Setidaknya sejak 2
tahun terakhir, popularitas raja ampat sebagai destinasi wisata bahari di
Indonesia kian meningkat. Ketenaran
namanya mulai terdengar tak hanya di Indonesia, namun juga ke Mancanegara. Di
tahun 2009, tercatat 5000 wisatawan asing berkunjung ke Raja Ampat, dan angka itu
terus bertambah sampai hari ini.
Sejumlah turis tampak asyik bersantap dan mengobrol santai
sambil memandang lepas ke arah laut yang didominasi warna biru, hijau, dan
putih. Warna-warna itu muncul karena pengaruh dari hamparan terumbu karang di
dasar laut yang dangkal maupun dalam. Mereka sedang menikmati makan siang di
Papua Diving Resort, perairan f Irian Jaya Barat.
Teriknya matahari dan cerahnya udara justru membuat gemas
para tamu untuk kembali menyelam dan menyelam. Cahaya matahari kerap menembus celah-celah
gelombang laut sampai ke karang. Keelokan pemandangan dan biota lautnya memang
membuat kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan
bawah air yang fanatik, Raja Ampat sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di
dunia untuk kualitas terumbu karangnya.
Banyak
fotografer bawah laut internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan
ada yang datang berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu
karang dan biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari
majalah petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat
liputan di Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.
Raja Ampat
adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa
ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar
46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan.
Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan
langsung terpikat. Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala
Burung” Pulau Papua.
Wilayah ini
sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan
menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi
kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut
Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75
persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis
moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa.
Bank Dunia
bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai
salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef
Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat,
program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga
dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Papua
Diving, satu-satunya resor eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan
itu, didatangi turis-turis penggemar selam yang betah selama berhari-hari
bahkan hingga sebulan penuh mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan
tak ingin kembali ke negeri masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga
yang tak ada duanya di bumi ini”.
Pengelolanya
tak gampang mempersiapkan tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga
negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata
laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik
turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana
harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini
dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua
pekan.
Penginapan
sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu
bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus
membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi
tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal
Indonesia yang menginap dan menyelam di sana.
“Turis
menyelam hampir setiap hari karena lokasi penyelaman sangat luas dan beragam.
Keindahan terumbu karangnya memang bervariasi sehingga banyak pilihan dan
mengundang penasaran. Ada turis yang sudah berusia 80 tahun masih kuat
menyelam,” tutur Max Ammer yang beristrikan perempuan Manado.
Tiga
tahun lalu, Papua Diving membangun penginapan modern tak jauh dari lokasi
pertama. Ternyata, penginapan yang dibangun dengan mengandalkan bahan bangunan
lokal ini hampir selalu penuh dipesan. Padahal tarifnya mencapai 225 euro atau
sekitar Rp 2,7 juta per malam. Di lokasi yang baru, dilengkapi peralatan
modern, termasuk fasilitas telepon internasional dan internet.
Turis
ke Raja Ampat hanya ingin ke Papua Diving di Pulau Mansuar karena fasilitas dan
pelayannya sudah berstandar internasional, juga makanannya. Mereka mendarat di
Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, langsung menuju lokasi dengan kapal cepat
berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu
waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai Mansuar.
Seperti
pulau lainnya, Mansuar tampak asri karena hutannya masih terjaga dan air
lautnya pun bersih sehingga biota laut yang tidak jauh dari permukaan bisa
terlihat jelas. Turis cukup berenang atau ber-snorkelling untuk melihat
keindahan laut, sedangkan jika ingin mengamati langsung kecantikan biota laut
di kedalaman, mereka harus menyelam.
0 komentar:
Posting Komentar